Friday 13 March 2015

Keramik Topang Ekspor Saat Rupiah Lemah

SRIPOKU.COM, JAKARTA - Bagi industri keramik, pelemahan rupiah bak pisau ganda. Satu sisi, pelemahan nilai tukar rupiah melemah atas dolar Amerika Serikat (AS) menjadi berkah ekspor bagi mereka. Sisi lain: pelemahan nilai rupiah membuat harga gas alam menjadi mahal karena harga dipatok dengan dollar AS.
Erlin Tanoyo, Sekretaris Jenderal Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) bilang, pelemahan rupiah menjadi kesempatan memperbaiki kinerja dengan menaikkan ekspor.
Saat ini, pasar ekspor keramik berkontribusi sekitar 10%-11% dari total omzet industri keramik. Saat pelemahan rupiah, Erlin yakin, kontribusi ekspor keramik tahun ini bisa naik jadi 15%.
Kenaikan ekspor diharapkan ikut mendongkrak omzet industri keramik menjadi Rp 40 triliun. Tahun lalu, omzet keramik diperkirakan baru mencapai Rp 36 triliun - Rp 37 triliun. Adapun kapasitas produksi keramik nasional saat ini sekitar 550 juta meter persegi (m²) per tahun dengan kebutuhan 500 juta m².
Untuk memperkuat pasar ekspor ini, industri keramik akan meningkatkan kualitas produksi sesuai standar tujuan ekspor. Adapun negara tujuan ekspor antara lain; Timur Tengah, Korea Selatan, Australia, Thailand, Australia dan Amerika Serikat (AS). "Saat ini kami mencoba merintis ekspor ke Filipina dan Thailand," jelas Erlin.
Erlin yang juga Direktur PT Sarana Griya Lestari Keramik ini bilang, perusahaannya merupakan salah satu dari industri keramik yang berusaha menggenjot ekspor. Hampir 40% total produksi Sarana Griya lestari Keramik di ekspor ke beberapa negara.
Adapun lokasi produksi Sarana Griya Lestari Keramik ini berada di Surabaya dan Jakarta. Kedua pusat produksi keramik itu memiliki kapasitas produksi 50.000 m² per hari atau 18,25 juta m² per tahun.

Gas alam mahal
Meski begitu, pelemahan rupiah menambah biaya produksi keramik di Indonesia. Sebab, 60%-65% biaya produksi menggunakan kurs dollar AS. Sementara 89%-90% penjualan keramik berasal dari transaksi dalam negeri dengan rupiah.
Salah satu biaya produksi yang membebani industri keramik adalah harga gas alam. Selain menggunakan patokan mata uang dolar AS, harga gas alam di Indonesia lebih mahal ketimbang harga gas di negara lain. Kata Erlin, Harga gas alam rata-rata yang dipasok Perusahaan Gas Negara ada di kisaran US$ 8 - US$ 9 per mmbtu (million metric british thermal unit). "Coba bandingkan dengan harga gas di Singapura dan Malaysia, mereka menjual gas alam lebih murah yaitu US$ 5 per mmbtu,” kata Erlin. Karena biaya energi lebih mahal, maka biaya produksi keramik di Indonesia menjadi lebih mahal. “Ini yang melemahkan daya saing kami," kata Erlin.
Elisa Sinaga, Ketua Asaki menambahkan, mahalnya harga gas alam menjadi kendala pertumbuhan industri keramik. "Pasokan energi cukup, tapi harga mahal," kata Elisa.

Monday 10 March 2014

RI Bisa Ekspor Langsung Sarang Walet ke China

MedanBisnis - Jakarta. Indonesia bisa ekspor langsung sarang burung walet ke China. Hal ini terjadi karena adanya kesepakatan antara Indonesia dan China terkait perjanjian Mutual Recognition Agreement (MRA). Sebelumnya ekspor sarang burung walet ke China dilakukan melalui pihak negara ketiga yaitu Malaysia. Padahal kebanyakan sarang burung walet yang diimpor China berasal dari Indonesia. "Insya Allah (soal ekspor) sudah beres dan sudah mendekati final khususnya untuk sarang burung walet. Jadi nanti langsung tanpa lewat Malaysia," ungkap Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Iman Pambagyo, di Gedung Kementerian Perindustrian Jalan Gatot Subroto Jakarta, Senin (10/3). Menurut Iman, pihak Indonesia telah merampungkan semua persyaratan yang diajukan pihak Karantina China. Setelah dilakukan uji lab dan investigasi, produk sarang burung walet Indonesia dinyatakan aman dan bisa langsung diekspor ke China."Burung walet sudah sepakat. Kita sudah final dan kita harapkan sebelum pertengahan tahun kita sudah bisa ekspor langsung ke sana," katanya. Sementara itu, Kepala Balai Karantina Kementerian Pertanian Banun Harpini membenarkan bahwa proses investigasi sarang burung walet oleh otoritas China telah selesai."Pihak China baru selesai melakukan verifikasi rumah walet dan unit produksi sarang burung walet Indonesia," jelasnya. Dia menjelaskan hingga saat ini impor sarang burung walet Indonesia ke China masih melalui parantara negara Malaysia. Sebagai tindak lanjut atas masalah ini, China dan Indonesia sepakat saling menawarkan 4 produk yang akan dimasukkan ke dalam kesepakatan Mutual Recognition Agreement (MRA). Caranya Indonesia menawarkan sarang burung walet kepada China sedangkan China menawarkan bawang putih kepada Indonesia. Indonesia mempunyai potensi ekspor sarang burung walet sebesar 400 ton per tahun. Sebanyak 90% sarang walet tersebut diekspor ke China dengan harga hingga Rp 37 juta per kilogram sehingga per tahun Indonesia mendapatkan devisa negara dari sarang burung walet sebesar Rp 7 triliun. (dtf)Sumber : medanbisnisdaily.com

Indonesia impor kelapa dari Malaysia karena lahan berkurang

Merdeka.com - Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih angkat suara soal impor kelapa yang didatangkan dari Malaysia dan Thailand. Impor dilakukan karena lahan perkebunan pohon kelapa di Indonesia terus tergerus. Henry menyebut, petani kelapa telah mengkonversi lahan kelapa mereka ke kelapa sawit. "Memang sudah terjadi konversi jadi kepala sawit. Kelapa untuk kopra dulu produksi kita tinggi dan kita ekspor, sekarang sudah banyak konversi ke kelapa sawit," ucap Henry ketika dihubungi merdeka.com di Jakarta, Senin (10/3). 

Henry justru menduga, kelapa yang masuk Indonesia berasal dari India. Alasannya, saat ini hanya India yang konsisten dengan petani kelapa mereka. "Ini perlu diselidiki, mungkin Malaysia dan Thailand hanya pintu masuk mereka saja. Kepala itu dari India. Perlu di cek juga. India yang surplus kelapa," tegasnya. Dari data Kementerian Perindustrian, Indonesia merupakan negara produsen kelapa terbesar di dunia, dengan area tanaman sekitar 3,88 juta ha dan produksi tahun 2005 sekitar 3,2 juta ton setara kopra. Namun, pada Tahun 2013 hingga Januari 2014, Indonesia justru malah mengimpor kelapa dari Malaysia dan Thailand. Dari data BPS, pada Januari 2014 nilai impor kelapa Indonesia mencapai USD 25.816 dengan berat 42.375 Kg. Angka ini turun dari bulan sebelumnya yang mencapai USD 34.778 dengan berat 35.020 Kg. Impor kelapa Januari 2014 ini datang dari Thailand dan Malaysia. Impor kelapa dari Thailand pada Januari 2014 adalah sebesar USD 20.282 dengan berat 40.561 Kg. Sedangkan impor Kelapa dari Malaysia hanya USD 5.534 dengan berat 1.814 Kg. Idris Rusadi Putra, merdeka.com

Sunday 9 March 2014

Baju Muslim Made in Cihanjuang Tembus Department Store & Pasar Ekspor

Bisnis.com, JAKARTA -- Banyaknya jumlah penduduk beragama muslim di Indonesia ternyata menyimpan peluang bisnis menggiurkan. Baju muslim tak hanya diperlukan oleh wanita dan pria dewasa, tetapi juga anak-anak. Salah satu pelaku usaha yang fokus membidik pasar ini adalah Herlina Trisnaningsih, 36. Perempuan asal Bandung ini merintis usaha baju muslim kasual untuk si kecil yang dinamakan Little Zee sejak 2009. Menurut Herlina, kebanyakan baju muslim anak-anak yang dijual dipasaran memiliki model yang kaku alias kurang trendi. “Pakaian muslim anak sebenarnya banyak. Namun, modelnya terbatas gamis dan setelah kemeja dan celana. Motifnya kalau bukan kotak-kotak ya bordir,” katanya. Berangkat dari pemikiran tersebut, Herlina mulai mendesain berbagai jenis baju muslim. Tak hanya terlihat sopan, dia juga ingin pakaian tersebut bisa digunakan untuk acara yang lebih kasual. Baju muslim tersebut tidak sekadar bisa dipakai anak untuk mengaji, tetapi juga bisa dikenakan untuk segala acara. Berbeda dengan model pakaian lainnya, potongan baju muslim diwajibkan untuk menutup bagian-bagian tubuh. Kendati demikian, Herlina harus memikirkan tingkat kenyaman anak-anak agar. Oleh karena itu, Herlina memilih bahan 100% katun dan spandeks. Meskipun menggunakan baju bermodel lengan, celana, atau rok panjang, anak-anak tetap nyaman dan tak merasa gerah. Bukan itu saja, Herlina menerapkan konsep khusus di baju-baju anak Little Zee. “Saya ingin mengangkat konten tekstil lokal. 

Saya mengaplikasikan berbagai jenis kain tradisional, misalnya batik, tenun, bahkan songket. Baju muslim pun semakin terlihat cantik dan trendi,” ujar Herlina. Usaha Herlina menghadirkan baju muslim anak nan trendi tersebut berbuah manis. Banyak konsumen, khususnya ibu-ibu, yang tertarik membeli baju muslim koleksi Little Zee. Bahkan, di tahun pertama bisnisnya, Herlina sudah mengirimkan barang hingga ke Malaysia dan Singapura. Kesuksesan Little Zee tak berhenti sampai disitu. Karena modelnya yang unik dan menarik, baju muslim buatan Herlina dilirik oleh toko retail modern terkemuka. “Alhamdulllah, saat ini kami memasok barang ke departemen store besar, butik, dan beberapa toko ritel di dunia maya. Dengan masuk ke departemen store, baju Little Zee jadi bisa bersaing dengan merek-merek asing.” Seiring dengan meningkatnya permintaan, Herlina pun menggenjot kapasitas produksi. Jika awalnya dia menggunakan jasa makloon, kini dia sudah memiliki workshop sendiri yang terletak di bilangan Cihanjuang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Herlina dan delapan orang penjahit memproduksi 800—1.000 baju setiap bulan. Jumlah ini naik menjadi 2—3 kali lipat menjelang hari raya lebaran. Setelah masuk ke toko modern terkemuka, Herlina membidik konsumen menengah ke atas. Harga0baju muslim Little Zee dibanderol mulai dari Rp90.000—Rp700.000. Dia mengaku, margin keuntungan yang didapat dari bisnis ini cukup tinggi. “Margin laba bisa mencapai 50%.” Selain untung yang besar, Herlina mengatakan pasar baju anak masih prospektif. Ini karena pemain lokal yang terjun ke usaha ini masih sedikit. Herlina dan beberapa merek baju anak lokal lainnya justru mulai sejajar dengan brand-brand import. Ketika ditanya soal target, dia ingin terus menambah model dan varian produk Little Zee. “Selain baju, saya juga ingin memproduksi barang lain misalnya tas, sepatu, dan aksesoris anak.” Sumber : Bisnis.com

Tujuan Ekspor Lebih Restriktif

JAKARTA, KOMPAS.com — Target untuk menekan defisit transaksi perdagangan pada tahun 2014 bisa gagal jika pemerintah salah mengantisipasi dampak peningkatan kebijakan restriktif yang dilakukan negara-negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia. Tugas pemerintah makin berat. Defisit transaksi perdagangan 2014 ditargetkan bisa lebih kecil daripada defisit transaksi perdagangan 2013 sebesar 4,06 miliar dollar AS. Pekan lalu, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengumumkan hasil pemantauan kebijakan restriktif yang mencapai 407 buah pada 2013, naik signifikan dari tahun 2012 yang hanya 308. Kebijakan restriktif adalah gangguan terhadap perdagangan dunia di luar kategori perdagangan tidak fair dan perdagangan fair yang menimbulkan kerugian di negara tertentu. 

 Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat, Eddy Suratman menuturkan, tugas pemerintah makin berat untuk menekan defisit neraca ekspor dan impor 2014. ”Tahun ini, ekspor mineral sudah dipastikan berkurang karena dimulainya kebijakan hilirisasi. Awalnya, saya masih optimistis bahwa pengurangan ekspor itu akan terkompensasi oleh sejumlah faktor lain sehingga defisit bisa ditekan. Namun, munculnya gangguan perdagangan berbentuk kebijakan restriktif itu bisa mengubah kalkulasi pemerintah,” ujar Eddy, Minggu (9/3). Kebijakan restriktif umumnya diimplementasikan dan digunakan oleh negara-negara untuk melindungi kepentingan ekonomi domestik terlebih dahulu dibandingkan kepentingan perdagangan dunia. Hal ini antara lain berbentuk penerapan standar kesehatan tertentu atau implementasi teknis terhadap produk impor tertentu sehingga produk tersebut sulit masuk ke suatu negara. Contoh penerapan kebijakan restriktif adalah ketentuan bongkar produk impor yang hanya bisa dilakukan di satu pelabuhan saja di suatu negara. 

 Sementara itu, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menjelaskan, pemerintah tetap optimistis masih bisa menekan defisit transaksi perdagangan pada tahun 2014. ”Indonesia merupakan salah satu negara yang akan mengalami dampak dari meningkatnya kebijakan restriktif itu. Namun, dengan pertumbuhan perdagangan dunia tahun 2014 yang diperkirakan bisa mencapai dua kali lipat dibandingkan 2013, pengaruh gangguan perdagangan berbentuk kebijakan restriktif itu terhadap Indonesia tidak akan terlalu besar,” kata Bayu. Tahun 2013, angka pertumbuhan perdagangan dunia sekitar 2,5 persen. Beberapa lembaga memperkirakan, pertumbuhan perdagangan dunia 2014 bisa mencapai 4,5 persen. (AHA) Sumber : Kompas.com